Warta1.id – Proses tender ulang proyek rehabilitasi Gedung Pimpinan DPRD Kabupaten Semarang Tahun Anggaran 2025 disorot tajam. Perkumpulan Peduli Pengadaan Barang Jasa (P3BJ) menilai ada dugaan kejanggalan dalam penetapan pemenang tender yang dianggap tidak sesuai aturan.
Sekretaris P3BJ, Jesaya Simarmata, mengatakan tender proyek konstruksi ini semula dilaksanakan pada pertengahan tahun 2025. Namun, proses tender pertama dinyatakan gagal karena tidak ada peserta yang memenuhi syarat. Anehnya, ketika tender ulang dibuka pada 18 Juli 2025 hingga kontrak ditandatangani pada 21 Agustus 2025, perusahaan yang sebelumnya gugur justru ditetapkan sebagai pemenang.
“Pada tender pertama, CV Bangun Serasi jelas-jelas gugur di tahap evaluasi. Tetapi di tender ulang, dengan syarat yang sama, mereka tiba-tiba diloloskan. Padahal, data LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) menunjukkan Sertifikat Badan Usaha (SBU) BG002 milik perusahaan tersebut sudah dicabut sejak 4 Juni 2024,” ujar Jesaya saat memberikan keterangan, Jumat (29/9/2025).
P3BJ, lanjut Jesaya, bahkan sudah mengirimkan surat klarifikasi kepada Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kabupaten Semarang. Surat bernomor 0348/P3BJ/DPP/JKT/VIII/2025 tanggal 13 Agustus 2025 itu menegaskan bahwa SBU CV Bangun Serasi tidak lagi berlaku saat tender berlangsung.
“Data terbaru LPJK menunjukkan perusahaan baru mengurus pembaruan SBU pada 23 Agustus 2025, atau dua hari setelah kontrak proyek ditandatangani. Ini artinya, mereka seharusnya tidak berhak ikut lelang sejak awal,” tegas Jesaya.
Menurut aturan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, salah satu syarat utama bagi penyedia jasa konstruksi adalah kepemilikan SBU yang aktif dan tidak sedang dibekukan. Jika dokumen legalitas usaha bermasalah, maka perusahaan wajib digugurkan di tahap evaluasi administrasi.
Pakar hukum administrasi publik dari Universitas Diponegoro, yang dihubungi terpisah, menjelaskan bahwa jika benar SBU sebuah perusahaan telah dicabut, maka panitia pengadaan tidak boleh meloloskan perusahaan tersebut.
“Kalau benar informasinya, ini berpotensi melanggar prinsip-prinsip dasar pengadaan, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan persaingan sehat. Konsekuensinya bisa serius, baik secara administrasi maupun hukum,” ujar pakar yang enggan disebut namanya.
Lebih jauh, ia menambahkan, panitia pengadaan bisa diminta pertanggungjawaban jika terbukti meloloskan peserta tender yang tidak memenuhi syarat. “Apalagi kalau ada indikasi rekayasa untuk memenangkan pihak tertentu, itu bisa masuk ranah pidana korupsi,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Semarang belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan kejanggalan tersebut. Upaya konfirmasi melalui telepon dan surat elektronik belum direspons.
P3BJ berharap aparat pengawas internal pemerintah (APIP) maupun aparat penegak hukum ikut menelusuri persoalan ini. “Kami mendorong adanya audit menyeluruh, karena proyek ini menggunakan anggaran publik. Jangan sampai ada praktik yang merugikan negara,” kata Jesaya.
Proyek rehabilitasi Gedung Pimpinan DPRD Kabupaten Semarang ini menggunakan anggaran tahun 2025. Gedung tersebut sebelumnya dinilai memerlukan perbaikan sarana dan prasarana untuk menunjang aktivitas wakil rakyat. Namun, sejak awal tendernya menuai pertanyaan karena proses yang berlarut-larut.
Bagi publik, transparansi dalam pengadaan sangat penting agar kepercayaan terhadap penyelenggara negara tetap terjaga. Pengalaman di berbagai daerah menunjukkan, banyak kasus korupsi justru bermula dari manipulasi proses tender proyek pemerintah.