Warta1.id – Tim Bareskrim Mabes Polri menggeledah rumah Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin bin Sanip, di Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, pada Senin (10/2/2025). Penggeledahan ini dilakukan terkait dugaan pemalsuan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di area pagar laut pesisir Tangerang Utara.
Berdasarkan pantauan di lokasi, tim Bareskrim tiba di rumah Kepala Desa Kohod dan langsung membacakan surat perintah penggeledahan. Meski pemilik rumah tidak berada di tempat, penyidik tetap melakukan pemeriksaan dan menggeledah seluruh isi rumah. Hingga saat ini, keberadaan Arsin bin Sanip masih belum diketahui.
Selain menggeledah rumah Kades, penyidik juga memeriksa istri dan kakak kandungnya guna menggali informasi lebih lanjut mengenai keberadaan Arsin. Penggeledahan dilakukan di tiga titik, yaitu rumah kepala desa, rumah sekretaris desa, dan kantor Desa Kohod.
Secara terpisah, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, membenarkan bahwa Kepala Desa Kohod telah diperiksa terkait kasus dugaan pemalsuan surat tanah tersebut.
“Sudah, sudah diperiksa sebagai saksi. Sesuai haknya, kita akan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah,” ujar Djuhandani dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (10/2/2025).
Djuhandani menambahkan bahwa pihaknya akan mendalami kesaksian Kades Kohod beserta alat bukti yang telah dikumpulkan. Jika ditemukan cukup bukti, statusnya dapat ditingkatkan menjadi tersangka.
“Selanjutnya, kalau alat bukti dan hasil pemeriksaan sudah cukup, kami akan segera melakukan gelar perkara. Apakah yang bersangkutan patut ditingkatkan sebagai tersangka atau ada keterlibatan pihak lain yang perlu dikembangkan dalam penyidikan lebih lanjut,” jelasnya.
Dari hasil pemeriksaan sementara, penyidik menemukan adanya modus operandi dalam kasus ini. Terlapor dan rekan-rekannya diduga menggunakan surat palsu untuk mengajukan permohonan pengukuran dan pengakuan hak ke Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang.
“Penyidik menemukan bahwa para terlapor menggunakan dokumen palsu dalam mengajukan permohonan pengukuran dan pengakuan hak tanah ke kantor pertanahan,” ungkap Djuhandani.
Lebih lanjut, Djuhandani menyebut bahwa ada pihak-pihak lain yang berperan dalam dugaan pemalsuan ini. “Kami masih melengkapi alat bukti untuk mengungkap keterlibatan pihak lain yang berperan membantu dalam kasus ini,” pungkasnya.