Kasus Narkoba di Polda Jateng: Dugaan Penjebakan Penjual Kue, Buronan Masih Bebas, Penyidik Dilaporkan ke Propam

  • Bagikan

Warta1.id – Citra aparat penegak hukum di Jawa Tengah kembali menjadi sorotan. Dugaan adanya praktik penjebakan dan penyimpangan prosedur dalam penanganan kasus narkoba oleh penyidik Polda Jawa Tengah mencuat ke publik. Laporan resmi terkait dugaan pelanggaran tersebut telah dilayangkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam).

Kasus bermula dari penangkapan Yunaeroh, seorang penjual kue di Semarang, pada 7 Agustus 2025. Ia ditahan dengan tuduhan mengedarkan sabu-sabu. Namun, muncul kejanggalan lantaran Justo yang diduga sebagai dalang peredaran narkoba baru ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 28 Agustus 2025, tetapi hingga kini masih belum tertangkap.

Informasi yang dihimpun media menunjukkan adanya dugaan bahwa Yunaeroh dijebak oleh Justo. Justo disebut meminta Yunaeroh mengambil narkoba dari bandar bernama Agus Kentir, meski dirinya sendiri memiliki akses langsung ke bandar tersebut. Dugaan ini diperkuat oleh pernyataan keluarga yang menyebut adanya indikasi keterlibatan oknum penyidik.

Baca Juga :  Dua Petugas Keamanan Pasar Mangu Boyolali Ditahan atas Dugaan Penganiayaan Nenek Pencuri Bawang

Riswandi Pandjaitan, kakak ipar Yunaeroh sekaligus Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) wilayah Papua Barat, melaporkan dugaan penyimpangan ini ke Propam Polda Jateng. “Saya kecewa, orang yang ditetapkan sebagai DPO ini masih bisa dihubungi, tapi hingga kini belum ditangkap, padahal saya sudah pernah memberi informasi keberadaannya,” kata Riswandi saat ditemui wartawan di Semarang, Senin (23/9/2025).

Baca Juga :  Hangat dan Bersinergi, Media Warta1 Disambut Kompol Aris Munandar di Polrestabes Semarang

Laporan tersebut telah diterima dengan nomor registrasi SPSP2/83/XI/2025/YANDUAN tertanggal 23 September 2025.

Dalam laporannya, Riswandi menyebut sejumlah dugaan pelanggaran, di antaranya:

1. Pelanggaran prosedur penahanan: surat penahanan baru diberikan setelah 3×24 jam, melebihi batas waktu yang diatur dalam KUHAP.
2. Indikasi penjebakan: Justo sebagai pemesan narkoba tidak ditangkap, meskipun diduga berada di lokasi penangkapan.
3. Dugaan pemerasan: keluarga Yunaeroh diminta menyediakan dana sebesar Rp30 juta untuk penyelesaian damai.
4. Pengabaian informasi: penyidik diduga tidak menindaklanjuti informasi akurat mengenai keberadaan Justo.

Frans Baho, pengamat kebijakan publik asal Papua, menilai kasus ini merusak kepercayaan masyarakat terhadap aparat. Ia menekankan pentingnya fokus pemberantasan narkoba pada bandar besar, bukan warga kecil.
“Pemberantasan narkoba jangan sampai menjadikan rakyat kecil sebagai tumbal. Jika benar ada penyimpangan, ini jelas melanggar hak asasi manusia,” ujarnya.

Baca Juga :  Eggi Sudjana Ungkap Laporan Dugaan Ijazah Palsu Jokowi ke Amnesty International Tak Ditanggapi

Frans juga meminta perhatian Kementerian Hak Asasi Manusia agar memastikan tidak ada celah hukum yang bisa disalahgunakan aparat. Menurutnya, Yunaeroh yang merupakan seorang ibu dengan anak balita seharusnya mendapat perlindungan hukum yang adil.

Hingga berita ini diturunkan, Yunaeroh masih mendekam di tahanan, sementara Justo yang berstatus DPO belum berhasil diamankan. Pihak Polda Jawa Tengah sendiri belum memberikan keterangan resmi terkait laporan yang masuk ke Propam.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *