Lembaga Aliansi Indonesia BP2 Tipikor Desak Pertamina Hentikan Aktivitas 5 Excavator di Kampung D.30, Bengkalis

  • Bagikan

Warta1.id — Lembaga Aliansi Indonesia melalui Badan Pemantau dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi (BP2 Tipikor) mendesak pihak Pertamina, khususnya Pertamina Hulu Rokan, agar segera menghentikan aktivitas lima alat berat excavator yang beroperasi di wilayah Kampung D.30, Desa Bumbung, Kecamatan Bathin Solapan, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

Desakan tersebut disampaikan oleh Paruntungan Sihombing, perwakilan masyarakat Kampung D.30, yang menyatakan bahwa aktivitas alat berat tersebut berada di zona sensitif operasional migas dan dekat gudang bahan peledak (handak), namun diduga tidak mengantongi izin resmi dari Pertamina, aparat kepolisian, maupun pemerintah desa setempat.

“Kami minta pihak Pertamina bertindak tegas. Aktivitas ini sangat meresahkan warga dan membahayakan keberadaan pipa migas serta merusak lahan sawit milik warga,” ujar Paruntungan, Rabu (23/7/2025).

Baca Juga :  Wakil Wali Kota Semarang Iswar Aminuddin Hadiri Buka Bersama Relawan Jaguar

Menurutnya, sejak Oktober 2024, aktivitas penggalian dan perusakan lahan telah mengakibatkan kerusakan pada sekitar 76 hektare lahan sawit milik 21 warga. Warga menyebut, beberapa pelaku yang menggunakan alat berat diduga mengaku sebagai kepala suku di Desa Bumbung, dan melakukan tindakan sepihak tanpa sosialisasi atau ganti rugi kepada penggarap.

Salah satu korban, Edison Matondang (34), mengungkapkan bahwa dirinya mendapat intimidasi dari seseorang bernama Reno Cs yang mengaku anggota Polda. Reno mengklaim telah membeli lahan Edison, meski tanpa bukti sah atau penyelesaian ganti rugi yang tuntas.

“Saya digertak dan didorong saat menanyakan legalitas pengambilalihan lahan saya. Sawit saya ditumbang tanpa sepenuhnya diganti rugi. Janji ganti rugi Rp29,9 juta hanya dibayar Rp7 juta, itupun belum lunas sampai sekarang,” kata Edison, sembari menahan tangis.

Baca Juga :  Hafiz Mantan Dokter Spesialis THT Lulusan UI Pilih Tinggal di Kolong Jembatan

Ia juga menyebut adanya ancaman pengambilalihan lahan dan uang kompensasi secara sepihak jika dirinya tidak menyetujui pembayaran yang tidak sesuai perjanjian.

Ketua BP2 Tipikor Lembaga Aliansi Indonesia, Agus Tinus Petrus Gultom, SH, menilai praktik seperti ini merupakan bagian dari dugaan sindikat mafia tanah yang sudah lama menjamur di wilayah Riau, khususnya Bengkalis.

“Masyarakat kerap ditipu dengan modus ‘tanah adat’. Para pelaku menggunakan kekuatan massa, surat adat, hingga tak segan mengubur batang sawit korban untuk menghapus jejak kejahatan. Ini harus dihentikan,” tegas Agus.

Pihaknya telah menerima puluhan aduan dari warga yang menjadi korban pengerusakan lahan. Mereka bahkan mengaku pernah dijanjikan ganti rugi per pohon sawit sebesar Rp500 ribu, namun hingga kini tidak terealisasi.

Baca Juga :  KRT. Ardhi Solehudin Resmi Pimpin Program “Disket 86” Banyumas TV

Agus menambahkan, pihaknya akan menyampaikan laporan resmi kepada Menteri BUMN, DPR RI, dan jajaran Pertamina untuk meminta penghentian aktivitas excavator dan penelusuran terhadap keabsahan surat adat yang digunakan para terduga pelaku.

“Kami akan terus berjuang secara bermartabat. Negara tidak boleh kalah oleh sindikat yang merampas hak masyarakat kecil. Aparat penegak hukum dan pihak BUMN harus turun tangan,” tegasnya.

Lembaga Aliansi Indonesia juga menyerukan agar aparat penegak hukum melakukan penyelidikan menyeluruh dan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat yang menjadi korban.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *